INTERCULTURAL LIVING: REVIEW (1)

By Stanislaus, Lazar T. and Ueffing, Martin (Eds.). 1st Ed. 2015, Dr. Ashish Amos of the Indian Society for Promoting Christian Knowledge (ISPCK) and Steyler Missionswissenchaftliches Institut, 362 pages

This book reflects convincingly on Intercultural Life, which is closely associated with various aspects of a missionary's life and mission endeavor. 


The book comprises various authors’ writings, which come from diverse cultural backgrounds and is edited by Stanislaus and Ueffing. The book aims to provide a comprehensive discussion along with multiple perspectives and understandings of intercultural living. 


The book comprises five main sections, namely, Spirituality, Community, Leadership, Finance, and Formation. The editors and writers invite readers to engage and tackle some provoking thoughts and new concepts of interculturality. 


The various concepts of intercultural living will nurture the readers of this book. It will help one comprehend the differences and create peace and harmony, especially in the religious communities, yet can be used for society in general. 


This intercultural transformation will lead to a possible way to live interculturally without interference with cultural differences. 


Spirituality

As a point of departure, the book uncovers the various challenges of intercultural living found in Gibbs’ and Milmanda’s writings. The concept of ethnocentrism as the fundamental problem is highlighted. The danger of ethnocentrism is portrayed through the idea of using one’s own set of standards and customs to judge all people. 


The writer invites the readers to go beyond ethnocentrism and “move one’s worldview to another. A conversion from ethnocentrism to ethnorelativism in intercultural living, therefore, is mandatory. 


In a similar line of thought, Milmanda claims that the most pressing challenge in intercultural living that is to go beyond the concept of multi to interculturality. 


A well known Indonesian theologian, Kleden, successfully lays the Trinitarian spirituality as the indestructible foundation/root of interculturality. “God is not an isolate God, but the God of communion and communication.” Trinitarian spirituality inspires the differences in cultures, which cause people to be thankful and appreciated.


To be continued

Comments

Post a Comment

ARTIKEL TERPOPULER

AKU MENCINTAIMU NAMUN AKU BERSALAH (6)

Image
Catatan Akhir Jatuh cinta adalah sebuah tindakan manusiawi, yang di dalamnya terkandung pasang surut kehidupan—baik dan buruk, bahagia dan malang, hingga akhirnya menemukan unsur kemenangan dan kekalahan. Ada milyaran kisah cinta yang dirajut oleh para penghuni bumi, masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri. Kisah cinta Lois dan Michael dalam novel I Love You but I Am Guilty ( Aku Mencintaimu Namun Aku Bersalah ) adalah salah satu cuplikan dari perjalanan cinta dua insan yang berusaha menuju "singgasana" cinta abadi. Novel ini bukanlah tentang dendam atau cinta yang semu. Sebaliknya, ini adalah kisah petualangan cinta yang mendalam, yang mencoba memahami arti cinta dalam keberagaman—baik dari segi karakter pribadi maupun dari konteks sosial kemasyarakatan. Melalui kisah ini, kita diajak untuk merenungkan kembali sebuah kebijaksanaan klasik: mencintai seseorang tidak pernah salah. Sebab jatuh cinta adalah naluri manusia, dan dalam setiap percintaan pasti ada pasang su
Read more

"Video Kontroversial: Pelecehan atau Simbol Toleransi?"

Image
Biarawati sedang Mendendangkan Simponi Lebaran di Gereja ( https://www.instagram.com/ganja r) Seorang sahabat seiman mengungkapkan kekesalannya kepada saya terkait video viral yang ramai diperbincangkan belakangan ini. Video tersebut menampilkan tiga biarawati Katolik yang menyanyikan lagu Lebaran di dalam gereja, tepat di depan Altar dan Tabernakel. Dengan nada sinis, ia mempertanyakan tindakan para suster itu, bahkan menyimpulkan bahwa Gereja Katolik sedang diguncang oleh "tsunami pelecehan," bukan dari orang luar, tetapi justru oleh mereka yang berada di dalam gereja. Sahabat saya bertanya: Mengapa para suster itu menyanyikan lagu dari ritus agama lain di dalam gereja yang sakral? Bukankah tindakan semacam itu melecehkan kesucian gereja? Mengapa mereka tidak bernyanyi di luar gereja? Deretan pertanyaan ini mencerminkan kekesalannya, menganggap video berdurasi dua menit sembilan detik tersebut sebagai bentuk ketidakpantasan yang meresahkan imannya. Pelecehan atau Kurangnya
Read more

Arnold Janssen’s Intercultural Narration

Image
A rnold Janssen was born on November 5, 1837, in Goch, a small town on the crossroads of the border between Germany and The Netherlands. His parents were Gerhard and Anna Katharina Janssen. He is the founder of three international mission congregations, namely, the Divine Word Missionaries (SVD), Missionary Sisters of Servants of the Holy Spirit (SSpS), and Servants of the Holy Spirit of Perpetual Adoration (SSpSAP).
Read more