Narasi Pentakosta dalam Perspektif Teologi Komunikasi

https://www.facebook.com/parokijambi/photos/a

Perayaan Pentakosta dirayakan oleh orang Yahudi dan Kristen. Bagi orang Yahudi, Pentakosta, adalah satu dari tiga perayaan keagamaan wajib selain Hari Raya Paskah dan Hari Raya Pondok Daun. Menurut hukum Yahudi, ketika merayakan tiga festival besar tersebut, setiap pria dewasa yang tinggal dalam jarak dua puluh mil dari Yerusalem diwajibkan untuk pergi ke Yerusalem berpartisipasi dalam festival tersebut. 

Secara etimologis, Pentakosta berasal dari kata bahasa Yunani, yang berarti “kelima puluh”. Penamaan demikian didasarkan pada fakta kronologis bahwa pesta ini dirayakan lima puluh hari setelah Perayaan Paskah. Mulanya, Pentakosta bagi orang Yahudi dimaknai sebagai perayaan syukur atas hasil panen raya. Orang-orang Yahudi, pada perayaan tersebut, biasanya mempersembahkan dua potong roti sebagai tanda terima kasih dan syukur atas hasil panen. Pentakosta juga dimaknai sebagai momen syukur perjanjian Sinai antara Allah dengan Musa, yang terjadi lima puluh hari setelah Israel eksodus dari Mesir. 

Sementara bagi orang Kristen (Katolik), Pentakosta bermakna sebagai perayaan liturgis dan peringatan hari kelahiran gereja. Dari sisi tilik liturgis, perayaan ini menandai berakhirnya dan terjadi lima puluh hari setelah Paskah yang ditandai dengan pencurahan Roh Kudus atas para rasul. Di samping itu, Perayaan ini juga memperingati hari kelahiran gereja. Kelahiran gereja ini diawali peluncuran karya misioner St. Petrus ribuan tahun silam yang berhasil mempertobatkan 3000 orang Yahudi menjadi kristen. Aspek historis ini mengingatkan bahwa Pentakosta tidak saja perayaan masa lalu tetapi juga perayaan berkesinambungan, merefleksikan kehidupan menggereja saat ini.

Sementara itu, secara sederhana, Teologi Komunikasi adalah salah satu subdivisi teologi Fundamental, yang tampaknya luput dari pembahasan dan penelitian dalam dunia keteologian. Seorang teolog Jerman, Gisbert Greshake pernah mengklaim bahwa Trinitas, Allah Tritunggal Maha Kudus adalah dasar teologi komunikasi. Dia menegaskan “Komunikasi berasal dari ide teologis yang menentukan dan mendasari wahyu Kristen, yang membahas pusat-pusat persepsi Kristen tentang Tuhan dan Dunia." (Gisbert Greshake, “Der Ursprung der Kommunikationsidee). Lebih lanjut ia berpendapat bahwa “Allah Tritunggal itu turun ke dunia dan mengkomunikasikan dirinya kepada manusia melalui Yesus Kristus dan dalam kekuatan Roh Kudus.” Dalam hal ini, apa yang Dia komunikasikan bukanlah sesuatu melainkan diriNya sendiri. Yesus Kristus yang berjumpa secara langsung dengan manusia adalah manifestasi komunikasi diri Allah. Greshake kemudian menyimpulkan bahwa komunikasi diri Allah adalah dasar dari teologi komunikasi.


Narasi Pentakosta dalam Bingkai Teologi Komunikasi

Narasi pencurahan Roh Kudus atas para Rasul, yang memampukan mereka berbicara dalam banyak bahasa adalah cikal bakal kelahiran Gereja Kristus. Peristiwa teofani ini dianggap tidak hanya sebagai salah satu intercultural communication event, peristiwa komunikasi antarbudaya dalam Kitab Suci tetapi juga dapat dikatakan sebagai salah satu pendasaran teologis Teologi Komunikasi. Lalu, sejauh mana keterkaitan kisah Pentakosta dengan teologi komunikasi? Beberapa poin berikut sekiranya mendukung pengklaiman ini, membaca narasi Pentakosta dalam Perspektif Teologi Komunikasi. 

Rangkaian peristiwa seputar pencurahan Roh Kudus adalah peristiwa komunikasi. Pengklaiman ini merujuk pada kronologis peristiwa pencurahan roh Kudus itu sendiri. Kisah pencurahan itu didesain oleh Allah sendiri melalui putraNya Yesus Kristus. Ada Komunikasi timbal balik antara Bapa dan Putra dalam persatuan dengan Roh Kudus. Allah sebagai desainer adalah sumber komunikasi. Proses persekutuan ini dikenal dengan persekutuan cinta kasih Trinitarian-Allah Tritunggal, Bapa, Putra, dan Roh Kudus yang dipersatukan dalam lingkaran komunikasi Ilahi. Di bawah bimbingan dan pemberdayaan Roh Kudus, para murid dan umat beriman dipanggil untuk terlibat dalam persekutuan komunikasi Ilahi tersebut. Konsekuensi dari kebersatuan dengan persekutuan Ilahi adalah para murid diberdayakan untuk menjadi saksi profetis dalam komunikasi penginjilan mereka.

Melimpahnya Roh yang diterimakan para Rasul pada hari Pentakosta, oleh karena itu, tidak hanya menjelaskan cara eksklusif Allah berkomunikasi dengan umat-Nya, tetapi juga, secara menyakinkan, menyingkapkan misteri Allah sebagai asal muasal komunikasi manusia. Dengan kata lain, komunikasi dalam persekutuan dengan Kristus dan dalam Roh Kudus mendasari sifat gereja sebagai realitas komunikatif. Carlo Maria Martini, Uskup Agung Milan, Italia, dalam bukunya “Communicating Christ to the World”, mengidentifikasi tiga kemungkinan manifestasi aspek komunikatif dalam narasi Pentakosta, Kisah Para Rasul 2: 1-47.

Pertama, adanya intervensi Ilahi. Tanda komunikatif di hari raya Pentakosta dimanifestasikan secara cemerlang melalui pencurahan Roh Allah kepada para rasul yang sedang berkumpul dalam kebingungan dan ketakutan. Roh Allah tersebut termanifestasi dalam dua fenomena alam yang luar biasa dahsyat: berupa suara dari surga seperti tiupan angin kencang dan penampakan lidah-lidah seperti nyala api yang bersemayam di hati mereka masing-masing dan memisahkan mereka dari dari orang lain yang berkumpul.

Getaran keajaiban-keajaiban tersebut mengindikasikan bahwa sedang terjadi sesuatu yang dikenal dengan Teofani, manusia memvisualisasi kehadiran Allah melalui tanda-tanda alamiah. Dentuman bunyi raksasa 'dari surga' tersebut menegaskan kehadiran Allah yang tak terbantahkan pada hari yang dikenal sebagai hari Pentakosta tersebut. Martini berpendapat bahwa konfigurasi bahasa melalui api dianggap sebagai simbol komunikasi manusia. Dengan demikian, dengan kuasa Roh Kudus, Allah Sesungguhnya menugaskan para murid untuk memberikan kesaksian akan kehadiran Allah kepada dunia. Setelah mengalami intervensi atau penunjukan Allah, pada akhirnya, para murid diberdayakan untuk menjadi komunikator Injili yang komunikatif dan efektif.

Kedua, 'keajaiban bahasa roh' yang dialami oleh para murid dan pendengar lainnya memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dan menyatakan keajaiban Allah dalam berbagai bahasa selain bahasa Yahudi. Dengan kuasa Roh Kudus, para murid dimampukan untuk berkomunikasi dan menginjili dengan berbagai bahasa dengan orang-orang dari berbagai latar belakang suku dan bangsa. Pada gilirannya, mereka bersaksi tentang penyempurnaan Kerajaan sebagaimana dijanjikan oleh Yesus, yakni, berbagai macam karunia diberikan kepada para murid termasuk karunia berbicara, (kemampuan komunikasi) dan pemahaman spiritual yang mendalam.

Ketiga, hal penting lainnya yang patut dicatat adalah penyempurnaan komunikatif kisah Pantekosta dirasakan melalui pesan misioner Petrus (Kisah Para Rasul 2:14). Sebagaimana ditunjukkan dalam kisah itu, pencurahan Roh Kudus menghasilkan pengurapan yang kuat seperti yang dialami oleh Petrus ketika ia dengan suara melengking (berkomunikasi) kepada kerumunan orang banyak saat itu. Di sini semakin menguatkan tesis terdahulu bahwa Rohlah yang mengilhami dan memberdayakan para murid untuk memberikan kesaksian tentang Injil.

Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, Martini percaya bahwa Karunia Roh Kudus pada hari Pentakosta memicu kemampuan luar biasa untuk berkomunikasi. Ini terutama bila dikaitkan dengan kisah Menara Babel dalam Kejadian 11: 1-9. Martini menegaskan bahwa melalui Pentakosta, saluran komunikasi yang ditutup di Babel dibuka kembali karena “Membangun kembali kemungkinan hubungan yang muda dan otentik di antara orang-orang dalam nama Yesus Kristus. Dengan kata lain, api ilahi, yang menetap pada mereka masing-masing dan menyala di dalam mereka, adalah api cinta yang mampu mengubah kemanusian mereka. Hasilnya, bukan hanya ketakutan yang bermetamorfosis menjadi keberanian, hati mereka pun dipenuhi dengan kekuatan baru, tetapi juga lidah mereka dilonggarkan (dibebaskan) untuk berkata-kata. Mereka mulai mengekspresikan diri secara bebas untuk berbicara (mewartakan) tentang kebenaran Kristus dan memberi kesaksian bahwa Kristus telah di bangkitkan oleh kuasa Allah. 

Keseluruhan narasi Pentakosta, dari lensa teologi komunikasi, tidak lain adalah komunikasi. Misi utama gereja yang merayakan hari kelahirannya pada hari Pentakosta adalah mengkomunikasikan Allah yang telah mencurahkan roh Kudus kepada para rasul, termasuk di dalamnya kemampuan untuk berkomunikasi. Intervensi Allah melalui pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah karakter Gereja yang telah didirikan oleh Kristus sendiri dan Roh Allah yang dicurahkan, yang memerintahkan para murid, memungkinkan gereja untuk berkomunikasi dan memberikan kesaksian tentang Injil sampai akhir zaman. Karunia Roh Allah yang diberikan kepada Gereja pada hari Pentakosta adalah hati yang baru, bahasa baru, dan kemampuan, paradigma serta wawasan berkomunikasi yang baru.

Selamat Hari Raya Pentakosta….

Comments

ARTIKEL TERPOPULER

AKU MENCINTAIMU NAMUN AKU BERSALAH (6)

"Video Kontroversial: Pelecehan atau Simbol Toleransi?"

Arnold Janssen’s Intercultural Narration