Culprit: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab atas Pandemi?

https://www.clemmergroup.com/blog
Kata culprit berasal dari bahasa Inggris, pertama kali digunakan pada Awal Abad Pertengahan. Dalam bahasa Inggris, culprit berarti seseorang yang bersalah atau melakukan kejahatan. Seiring waktu, penggunaan kata ini menyebar luas, termasuk dalam bahasa Indonesia, di mana culprit sering diartikan sebagai biang keladi, yakni pihak yang bertanggung jawab atas suatu kesalahan atau masalah.

Pandemi Covid-19, yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia, menimbulkan pertanyaan besar: Siapakah culprit di balik kemunculan virus ini? Frasa “yang bertanggung jawab” bukan hanya merujuk pada orang atau negara yang mungkin menjadi sumber virus, tetapi juga kepada para pemimpin dunia yang memegang tanggung jawab besar untuk menangani krisis global ini.

Merebaknya Kasus Covid-19 dan Reaksi WHO

Sejak pertama kali muncul, Covid-19 telah menimbulkan kepanikan di seluruh dunia. Meskipun beberapa negara seperti China dan Korea Selatan mengklaim berhasil melewati puncak krisis, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat masih berjuang melawan peningkatan jumlah kasus yang belum terkendali. Pada April 2020, Amerika Serikat mencatat lebih dari 800 ribu kasus, melampaui jumlah kasus di Tiongkok, tempat asal penyebaran virus.

Di Asia Tenggara, Singapura memimpin dengan jumlah kasus terbanyak, diikuti oleh Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Data ini menunjukkan bahwa pandemi masih jauh dari kata selesai.

Dalam situasi ini, World Health Organization (WHO) menjadi sorotan global. Sebagai badan kesehatan dunia, WHO terus mengeluarkan berbagai protokol kesehatan dan bekerja sama dengan negara-negara untuk mengatasi pandemi. Namun, upaya mereka tidak selalu berjalan mulus. Kolaborasi internasional di bidang keuangan dan kesehatan sering kali terhambat oleh ketegangan politik, terutama ketika beberapa negara besar, seperti Amerika Serikat, menuduh WHO terlibat dalam skandal atau ketidakmampuan menangani krisis.

Trump dan WHO: Scapegoat atau Kenyataan?

Salah satu pemimpin yang paling vokal dalam menyalahkan WHO adalah Donald Trump. Menurutnya, WHO bertanggung jawab atas penyebaran global virus ini karena gagal menangani fase awal penyebaran dengan baik dan diduga bersekongkol dengan Tiongkok untuk menutupi data kritis. Trump bahkan mengancam akan menghentikan dukungan finansial AS terhadap WHO, sebuah langkah yang menambah ketegangan internasional.

Politik scapegoat—strategi yang sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan—terlihat jelas di sini. Alih-alih menerima kritik dari rakyatnya sendiri, beberapa pemimpin dunia menggunakan WHO sebagai kambing hitam untuk menutupi kelemahan mereka dalam menangani pandemi. Di Amerika Serikat, misalnya, kritik terhadap respons lamban pemerintah terhadap Covid-19 dijawab Trump dengan tuduhan serius terhadap WHO.

Namun, scapegoating tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Di Indonesia, tarik ulur kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi isu besar selama pandemi. Ketika pemerintah daerah ingin bertindak cepat, pemerintah pusat dianggap lamban dan terlalu birokratis, sehingga menjadi scapegoat bagi kegagalan dalam merespons krisis. Keputusan kontroversial, seperti pembebasan ribuan napi untuk "melindungi mereka dari Covid-19," semakin memperkeruh suasana, menciptakan pro-kontra di tengah masyarakat yang mulai kehilangan kepercayaan pada pemerintah.

Culprit dalam Bingkai Gotong Royong

Di tengah pandemi global yang meresahkan, mengkambinghitamkan pihak tertentu hanya memperburuk situasi. Sebaliknya, Indonesia, dengan semangat gotong royong, memiliki kekuatan besar untuk mengatasi krisis ini. Politik gotong royong menekankan bahwa setiap individu memiliki peran sentral dalam melawan pandemi.

Gotong royong berarti tidak ada satu pun pihak yang mendominasi peran. Semua orang, dari Sabang sampai Merauke, adalah bagian dari solusi. Setiap tindakan kecil, seperti rajin mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak, merupakan langkah konkret dalam menghadapi musuh bersama ini.

Dalam konteks ini, culprit bukanlah seseorang atau lembaga tertentu yang perlu dipersalahkan. Culprit dalam situasi ini adalah kita semua, yang bertanggung jawab untuk bersama-sama mengalahkan Covid-19. Pemerintah dan tenaga kesehatan mungkin menjadi benteng terakhir, tetapi kunci keberhasilan ada pada tindakan kita sebagai garda terdepan. Pandemi ini adalah tantangan kolektif, dan hanya melalui kerja sama kita bisa melewatinya.

Comments

ARTIKEL TERPOPULER

AKU MENCINTAIMU NAMUN AKU BERSALAH (6)

"Video Kontroversial: Pelecehan atau Simbol Toleransi?"

Arnold Janssen’s Intercultural Narration